Blog yang berisi informasi tentang pendidikan khusus / pendidikan luar biasa (PLB), pendidikan umum, traveling, laporan, dan tips bermanfaat

Pengertian Perilaku Menyakiti Diri Sendiri, Penyebab, Serta Penanganannya

Artikel terkait : Pengertian Perilaku Menyakiti Diri Sendiri, Penyebab, Serta Penanganannya


      Pengertian Perilaku meyakiti diri sendiri (self Ijurition Behavior-SIB) adalah jenis ketunalarasan yang mungkin paling dianggap paling aneh, tidak banyak diketahui, dan mungkin paling menakutkan. Perilaku ini kebanyakan dilakukan oleh penyandang tunalaras tingkat berat, yaitu psikotik, autistik, atau schizopherinik.
Mereka ini dengan sengaja menyakiti diri sendiri secara berulang-ulang dalam berbagai bentuk perilaku yang menyebabkan luka tubuh. ”Beberapa contoh perilaku menyakiti diri sendiri, misalnya, menampar atau meninju mukanya; membenturkan kepalanya pada tembok, lantai, atau benda di dekatnya; menggigit jari-jari, tangan, lengan, kaki, lidah dan bibirnya; mencabuti rambutnya, alisnya; menggaruk tubuhnya dengan benda tajam; menusukkan benda runcing ke tubuhnya; menyayat tubuhnya dengan silet, pisau, dll. Semua tindakkan itu dilakukan dengan intensitas, kecepatan, dan kemauan tinggi”.  (Kauffman, 1985).

      Salah satu jenis perilaku menyakiti diri sendiri yang perlu dilihat secara khusus adalah bunuh diri (suicide). Salah satu karakteristik anak-anak remaja yang terlibat dalam perilaku bunuh diri adalah kesulitan mengendalikan agresi. Semula, perilaku bunuh diri sering dikaitkan dengan depresi, tetapi hasilnya penelitian menunjukkan bahwa putusnya harapan (hopelessness) merupakan faktor yang lebih kuat daripada depresi.



             Penyebab perilaku menyakiti diri.

      Perilaku menyakiti diri dianggap merupakan akibat dari gila atau psikotik. Pandangan ini mendasari model kesehatan mental dalam menangani penyandangnya, yaitu mengandalkan penggunaan psikoterapi, obat, atau pengekangan fisik. Tetapi hasil penelitian yang dilakukan secara ekstensif, meskipun sporadic, menunjukkan bahwa mekanisme proses SIB ternyata sama mekanisme proses jenis peilaku manusia yang lain. Perkembangan ini menjadi dasar menangani SIB dengan teori belajar (Hilton, 1987).

      Beberapa teori lain tentang penyebab SIB juga bermunculan, dan semua ini oleh Kauffman (1985) diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu konsep biologis, psikodinamika, dan behavioristik.

      Salah satu asumsi biologis mengenai SIB adalah bahwa perilaku ini disebabkan oleh kelainan biokimiawi yang dibutuhkan oleh fungsi otak normal, perkembangan sistem syaraf pusat yang tidak sempurna, pengalaman pahit, dan terisolasi pada masa kecil, masalah syaraf, kekurangpekaan pada rasa sakit, atau ketidakmampuan tubug mereproduksi zat kimiawi tertentu agar dapat merespons pada rasa sakit. Semua asumsi ini belum terbukti secara meyakinkan. Satu asumsi biologis yang mungkin dapat diterima adalah teori Lesch Nyhan syndrome yang mengatakan bahwa suatu kelainan genetik mengakibatkan gangguan metabolism disertai gangguan perilaku menyakiti diri. Jadi menurut teori ini  ialah  perilaku  menyakiti diri sendiri ini  disebabkan oleh adanya faktor dari dalam tubuh yang mengakibatkan adanya perilaku menyakiti diri sendiri.

      Dari pandangan psikodinamika, perilaku menyakiti diri, atau disebut juga agresi perilaku diri, bersumber dari satu sebab, yaitu rasa bersalah. Agresi diri dapat berbentuk perilaku menyakiti diri secara spesifik, mudah kecelakaaan, atau depresi.

      “Seorang anak mengalami gangguan mental berat apabila dia tidak ingin dibebani oleh kesulitan-kesulitannya, tetapi tidak berhasil melepaskan diri dari kesulitan tersebut, menyakiti diri sendiri bersumber pada sikap menuduh dan menyalahkan diri sendiri atas semua nasib buruk yang menimpa dirinya, bahkan samapi pada hal-hal yang jelas di luar kemampuan dan kendalinya. Perilaku ini merupakan ekspresi langsung dari rasa bersalah atas penderitaannya. Semua bentuk perilaku yang cenderung berbau SIB (apakah depresi ringan atau kronis, apakah tindakan menyakiti diri atau kecelakaan) merupakan ekspresi dari rasa bersalah yang secara tidak sadar dialami oleh anak, atau yang secara tidak sadar dicoba untuk ditebus oleh anak tersebut. rasa bersalh ini berasal dari rasa takut berkaitan dengan dorongan instink yang menurut anak,tidak dapat diterima (Berkovitz dan Rothman, dalam Kuffman, 1985).

      Masih pada psikodinamika, ada ladi pendapat bahwa agresi diri kurang kasih saying pada waktu kecil. Kurangnya rasa kasih saying orang tua diterjemahkan sebagai agresi orang tuanya dengan berperilaku agresif. Tetapi karena anak percaya bahwa mereka tidak berharga dan tidak dicintai sama sekali, mereka brbalik mengarahkan agresi ini pada dirinya sendiri. Sehingga psikodinamika ini didasari oleh suatu perasaan dalam diri yang sangat kuat sehingga mendorong seseorang untuk melakukan perilaku yang bahkan dapat melukai diri sendiri.   

     Analisa psikologi behaviristik mengenai penyebab perilaku menyakiti diri semuanya bersifat spekulatif. Hal ini disebabkan oleh pengumpulan dat tentang perilaku ini yang banyak menggunakan observasi informal langsung pada penyandangnya atau dengan eksperimentasi bagaiman perilaku ini dapat dikurangi. Sedangkan kedua prosedur tersebut tidak dapat menunjukkan hubungan sebab akibat. Salah satu asumsi spekulatif dari psikologi behavioristic adalah bahwa SIB bersumber mekanisme kognitif. Asumsi lainnya adalah bahwa SIB merupakan salah satu bentuk dari perilaku stimulasi diri (self stimulation), ditandai dengan berulang-ulang, khas, tidak berbahaya, yang merupakan upaya memberi umpan balikpada syaraf. Salah satu alas an pengait SIB dengan stimulasi diri adalah karena individu penyandangnya dapat merespons jenis kegiatan terapi peilaku yang sama.

      Oleh karena itu penyebab SIB memang tidak mudah,kecuali kasus ini memang mempunyai prevalensi rendah, penyandangnya juga sulit diajak komunikasi, SIB mungkin disebabkan oleh banyak faktor, temasuk interaksi antara aspek biologis dan dorongan dari lingkungan.

      Satu metode yang dapat menganalisa perilaku meyakiti diri yang akan berguna bagi para prktisi telah dikembangkan oleh B.A. Iwati, M.F.Dorsey, KJ Ilafer, K.E Bauman dan G.S. Richman.intrumen ini memungkinakan mengidentifikasi  faktor motivasi tertentu yang menyebabkan SIB. Observasi pada ndividu dilakukan di empay situasi, yaitu dengan penguat negative, dengan perhatian sosial, ditempat bermain, dan menyendiri. Dari rata-rata perilaku pada setiap situasi, pola perilaku dapt diketahui untuk lebih lanjut mengidentifikasi motif tertentu yang menjadi penybab munculnya perilaku menyakiti diri sendiri.



           Masalah pendidikan yang dihadapi

      Berbagai masalah dalam pendidikan tentu saja terganggu pada anak-anak yang mengalami perilaku menyakiti diri ini, baik perilaku menyakiti diri dalam taraf ringan atau berat. Berbagai masalah pendidikan yang dihadapi merupakan akibat dari terganggunya emosi mereka. Sebagian anak yang melakukan perilaku ini tentu memiliki perasaan yang kacau seperti merasa tidak  berguna lagi,  cemas,takut, dan juga rasa bersalah. Hal tersebut akan mempengaruhi pada prosesbelajarnya karena terganggunya konsentrasi pada anak sebagai akibat dari  teralihkannya konsentrasi pada rasa-rasa yang membuatnya ingin melakukan perilaku menyakiti diri sendiri ini.

      Terganggunya konsentrasi ini menyebabkan anak menjadi tidak fokus dalam pembelajaran. Sehingga hal ini menyebabkan prestasi anak cenderung menurun karena tidak dapat menyerap pembelajaran yang diberikan. Pada kasus yang berat bahkan anak tidak dapat melakukan pembelajaran karena disebabkan perilaku menyakiti diri dengan intensitas yang tinggi.



        Pengendalian perilaku meyakiti diri sendiri

      Johnson dan Baumeister (dalam Kauffman, 1985) mencatat bahwa telah banyak prosedur yang dicobakan untuk mengendaliakn perilaku menyakiti diri sendiri, termasuk diantaranya pengekangan fisik, obat-obatan, pencabutan gigi, dan operasi. Tetapi di antara berbagai prosedur yang ada, yang paling sering dipakai adalah penggunaan kontigensi antara penguat dan hukuman. Oleh karena itu teknik yang lain tidak menunjukkan hasil dalam mengendalikan SIB.

      Pendekatan behavioristik mulai digunakan untuk pengendalina perilaku menyakiti diri sendiri pada deekade 60-an. Teknik yang dicobakan adalah time out. Dan gabungan antara tertentu, kedua teknik ini menunjukkan efektifitasnya dalam menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang dimaksud, tetpi banyak juga kasus yang tidak tertangani. Terutama pada kasus-kasus tingkat berat. Penggunaan keduanya pada kasus-kasus yang lebih berat ternyata membahayakan keselamatan anak.

      Satu teknik baru dikembangkan oleh Lavass dan koleganya pada akhir decade 60-an (Kauffman, 1985) yaitu penggunaan electric shock (setrum listrik) senagi hukuman. Teknik ini berhasil menghentikan langsung SIB, behkan pada kasus-kasus yang berat. Namun demikian, penggunaannya mulai mendaptka kritikan dari pendukung psikologi behavioristik sendiri, karena :

Ø  Efeknya cenderung terbatas pada lingkungan tempat terapi diberikan, tidak adanya generalisasi pada lingkungan yang lain. Jika terapi di kelas, meaka perumusan perilaku hanya terjadi di kelas, dan setelah anak meninggalkan ruangan kelas, perilaku akan muncul dengan kembali,

Ø  Memberi hukuman kepada anak dengan electric shock, meskipun bermanfaat, menimbulkan rasa cemas dan tidak enak pada tenaga terapi sendiri.

      Pada dekade 1970-an, teknik lain dicobakan pada anak, berupa penggunaan kapsul amonia di depan hidup anak atau penyemprotan zat asan di mulut anak sebagai hukuman atas perilaku menyakiti diri sendiri. Pada kasus-kasus tertentu, teknik ini efektif dalam mengendalikan perilaku negatif ini. Tetapi, nasibya mengkin seperti penggunaan electric shock, yaitu efektifitasnya terbatas pada setting tertentu oleh orang tertentu.

      Akhir-akhir ini, seperangkat prosedur telah dicobakanoleh N. Azrin (Kauffman, 1985).prosedur yang dikembangkan merupakan kombinasi dari ebrbagai teknikyang dulu pernah dicobakan pada anak untuk mengendalikan perilaku stimulus diri dan autistic, kecuali pernah juga digunakan untuk mengandalkan perilaku agresif da deskriptif. Penanganan SIB yang dikembangkan oleh Arzim meliputi :

1)      Pemberian penguat positif  bagi  kegiatan yang  diarahkan  ke luar  (outward directed  activites). Penanganan perilaku ini dengan memberikan perhatian, pujian, makanan, mainan, dan hadiah lain disediakan bagi perilaku yang pantas dan tidak berbahaya.

2)      Relaksasi wajib (required relaxation). Begitu muncul SIB, anak diberikan pengertian bahwa mereka terlalu aktif dan banyak bergerak dan diperintahkan untuk  beristirahat di tempat tidur. Anak  secara halus dibimbing ke tempat tidur, berbaring dengan kedua tangan disamping selama dua jam.

3)      Pengendalian tangan. Begitu terjadi perilaku menyakiti diri sendiri pada anak, anak diharuskan melakukan latihan tangan (misalnya merentangkan tangan kesamping, kebawah, ke atas, berputar kesamping, kemudian di atas kepala) selama 30 menit.

4)      Pelatihan pengendalian tangan. Anak diperintahkan untuk menjauhkan tangan dari kepaladan melakukan berbagai aktifitas yang tidak berbahaya dengan menggunakan tangan. Isyarat, memegang, menunjuk, dsb dipakai bersama-sama dengan perintah lisan jika perlu, dan penguat positif diberikan setelah anak tidak lagi menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan tangan.

DAFTAR PUSTAKA

Kauffman. J.M. (1985). Characteristics of Children’s Behavior Disorders. Colombus: Charles E. Merrill. Bab VIII: Agression.

Sunardi. 1995. Ortopedagogik Anak Tunalaras I. Surakarta. Departemen Pendidikan Kebudayaan.

loading...

Artikel Bukuacuanku Lainnya :

Copyright © 2016 Bukuacuanku