Blog yang berisi informasi tentang pendidikan khusus / pendidikan luar biasa (PLB), pendidikan umum, traveling, laporan, dan tips bermanfaat

Anak Distraktibilitas

Artikel terkait : Anak Distraktibilitas

Pengertian distraktibilitas merupakan gangguan dalam perhatian, berarti anak  tersebut tidak bisa fokus pada hal yang sedang disampaikan oleh orang lain. Misalnya : seorang anak sedang belajar, mata anak mungkin tertuju pada materi atau stimulus lainnya, tetapi pikiran anak itu melayang pada hal-hal yang lain.

Definisi lain menurut Kauffman (dalam Sunardi 1995:94) menyatakan, distraktibilitas adalah “kesulitan memusatkan pada stimulus yang relevan secara efisien”. Menurut Cruickshank dkk dalam karangan Swerdlik (dalam Sunardi 1995: 94) mendefinisikan distraktibilitas sebagai ketidakmampuan untuk tidak merespon pada stimulus yang sebenarnya tidak perlu, misalnya suara di kelas, gambar ilustrasi tambahan, dan sebagainya. Sedangkan dalam situasi proses belajar mengajar di kelas, Bryan dalam buku Swerdik(dalam Sunardi, 1995:95) mendefinisikan distraktibilitas sebagai prilaku anak yang tertarik pada hal-hal atau benda selain materi pelajaran yang diberikan oleh guru.
Dari berbagai definisi tersebut, diambil kesimpulan bahwa distraktibilitas adalah kelainan pada seorang anak yang tidak bisa langsung merespon bila diberi stimulus, dengan kata lain dia tidak memperhatikan apa yang orang lain sampaikan.

Penyebab terjadinya Distraktibilitas
Menurut Swerdlik (dalam Sunardi, 1995:96) mengemukakan beberapa teori penyebab distraktibilitas. Teori yang paling tua dan banyak didukung dari dunia kedokteran adalah disfungsi minimal otak. Disfungsi minimal otak tidak hanya diduga menjadi penyebab distraktibilitas, tetapi juga berbagai gangguan lain seperti hiperaktifitas, impulsifitas, dan kesulitan belajar. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab distraktibilitas adalah gangguan system pencernaan tubuh (metabolisme), kelainan minimal pada fisik, seperti ketrikseimbangan pada tubuh dan juga Faktor lingkungan seperti pola asuh anak.
Menurut Kauffman (dalam Sunardi, 1995:96) menyatakan dari berbagai teori, teori yang paling banyak bukti-buktinya adalah bahwa gangguan pemusatan perhatian (distraktibilitas) sebenarnya keterlambatan perkembangan, bukan kecacatan . Teori ini didukung oleh banyak hasil penelitian. Diantaranya hasil penelitian terhadap anak-anak yang mengalami underselective attention, misalnya menunjukkan adanya korelasi positif antara tinggi usia mental anak, semakin baik kemampuannya dalam membedakan stimulus, yang mempunyai arti lebih jauh bahwa anak-anak yang menyandang distraktibilitas ini perkembangan usia mentalnya juga terlambat. Hal yang sama juga terjadi pada anak-anak autistik yang mengalami overselective attention. Gangguan ini juga merupakan gangguan perkembangan, bukan diagnosi klinis, karena hal ini juga terjadi pada anak normal usia muda.

Masalah pada Anak Distraktibilitas
Menurut Kauffman (dalam Sunardi, 1995:95) mengemukakan bahwa masalah distraktibilitas yang dialami oleh sebagian anak luar biasa meliputi tiga hal yaitu :
(1). Short attention span dan frequent attention shifts.
Istilah diatas berarti ketidakmampuan memusatkan perhatian dalam waktu yang relatif lama dan terlalu sering berpindah perhatian dari satu objek ke objek yang lain. Pengamatan langsung dilakukan pada anak normal dan anak luar biasa dalam satu kelas. Hasilnya menunjukan bahwa anak luar biasa mempunyai interval waktu yang lebih pendek daripada anak normal dalam memusatkan perhatian pada tugas, dan anak luar biasa mempunyai frekuensi yang relatif lebih tinggi daripada anak normal dalam berpindah perhatian pada hal lain diluar tugasnya. anak tunalaras juga menunjukan frekuensi lebih tinggi daripada anak lain dalam hal melawan dan keasyikan pada satu hal.
(2). Underselection attention.
Underselection attention banyak terjadi pada penyandang cacat ringan dan sedang, yaitu ketidakmampuan membedakan antara stimulus yang relevan yang harus diperhatikan dan stimulus yang tidak relevan yang harus diabaikan. Misalnya seperangkat kartu gambar ( binatang, tumbuhan, benda-benda mati) ditunjukan pada anak bergantian selama dua detik. Dan Guru menginstruksikan untuk mengingat gambar-gambar binatang.
Setelah beberapa saat, diadakan tes ingatan (recall). Anak yang mempunyai kemampuan tinggi membedakan stimulus yang relevan dan stimulus yang tidak relevan, akan dapat mengingat banyak gambar binatang yang ditunjukkan. Sebaliknya, anak yang memiliki kemampuan rendah akan sulit mengingat banyak gambar binatang, tetapi mungkin justru mengingat banyak gambar selain binatang.
(3). Overselective attention.
Masalah yang dialami anak distraktibilitas yang ketiga adalah overselective attention, yaitu terlalu selektif dalam member perhatian, sehingga hal-hal yang sebenarnya relevan menjadi tertinggal. Hal ini umumnya terjadi pada penyandang cacat berat. Dalam kasus ini, anak member perhatian yang terlalu sempit pada aspek-aspek stimulus, berlawanan dengan anak penyandang underselection attention yang memberikan perhatian pada aspek yang terlalu luas dari stimulus yang ada. Contoh kasus yang klasik adalah anak autistik yang menangis dalam ketakutan ketika didekati bapaknya yang tidak berkacamata, padahal anak ini biasa mengenal bapaknya yang berkacamata. Anak autistik termasuk tuna laras tingkat berat, sulit sekali menerima perubahan sedikitpun dalam lingkungannya.
Anak yang menyandang overselective attention mengambil fokus yang terlalu sempit atau rentangan informasi yang terlalu kecil sehingga tidak mampu mengadakan generalisasi (sulit adaptasi akan perubahan yang sekecil mungkin).

Pengendalian Distraktibilitas
Ada beberapa pendekatan yang sudah sering dipakai untuk penanganan distraktibilitas, dan yang sering dipakai dan dibuktikan efektivitasnya telah diindentifikasi oleh Kauffman (dalam Sunardi, 1995:97) mengemukakan sebagai berikut:
1.)    Lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali
Pendekatan ini berdasarkan pada asumsi bahwa lingkungan kelas biasa mempunyai terlalu banyak stimulus bagi anak distraktibilitas sehingga mereka tidak bisa mengikuti pembelajaran secara optimal. Untuk mengurangi stimulus yang mengganggu, dikembangkan beberapa modifikasi yaitu: dinding dan langit-langit yang kedap suara, pemasangan karpet di lantai, jendela ditutup dengan kain atau kaca baru, almari dan rak buku ditutup sehingga isinya tidak tampak, tidak ada dekorasi apapun kecuali pada saat-saat tertentu, pemberian arahan yang jelas, kegiatan sehari-hari berjalan rutin dan sedikit variasi, dan pemberian konsekuensi secara konsisten. Cruickhshank dkk. Percaya bahwa lingkungan yang terstruktur dengan stimulus yang terkendali akan memungkinkan anak distraktibilitas belajar dengan baik.

2)      Modifikasi materi dan strategi pembelajaran
Cruickhshank berpendapat bahwa beberapa bagian dari materi pelajaran mungkin tidak relevan dan dapat menjadi distraktor perhatian anak, misalnya gambar berwarna yang ditempatkan pada halaman yang sama dengan materi bacaan. Modifikasi yang disarankan adalah pada pengaturan materi pembelajaran, misalnya dengan memisahkan gambar dnegan bacaan, atau soal matematika dengan penjelasannya, masing-masing pada halaman yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implikasi stimulus pada materi pelajaran membantu anak-anak distraktibilitas memahami materi materi tersebut.
Dalam hal strategi pembelajaran, salah satu model yang dianjurkan adalah pembelajaran terarah atau direct instruction yang ditandai dengan fokus pada guru, pengarahan dan harapan yang jelas dan ekplisit, serta pemantauan dan evaluasi dilakukan secara rutin.

3)      Modifikasi tingkah laku

Modifikasi tingkah laku memang dapat dipakai dalam berbagai prilaku menyimpang, bahkan dapat dipakai untuk meningkatkan prestasi belajar pada anak-anak tuna grahita. Ada berbagai variasi aplikasi modifikasi tingkahlaku baik dilihat dari jenis penguat yang diberikan maupun prosedur penerapannya. Salah satu contoh adalah yang diterapkan oleh Frank Hewet H di Santa monica California pada tahun 1960-an. Dia memberikan tanda bintang kepada anak yang melakukan kegiatan positif, misalnya : pemberian satu bintang bagi anak yang melakukan pekerjaan, pemberian dua bintang bagi anak yang bersih-bersih, dan pemberian hadiah bagi anak yang mendapat bintang paling banyak. Sehingga hal itu akan memotivasi sang anak. Bagi anak- anak yang sulit memusatkan perhatian,pemberian bintang itu justru sering diberikan, misalnya karena dapat menuliskan nama di kertas tugas, karena dapat memperhatikan guru, dsb.

DAFTAR PUSTAKA

    Sunardi. 1995. Ortopedagogik Anak Tunalaras I. Surakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
    Ibrahim Nafsiah, Aldy Rohanah. 1996. Etiologi dan Terapi Anak Tunalaras. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Guru. 
loading...

Artikel Bukuacuanku Lainnya :

Copyright © 2016 Bukuacuanku