Aborsi Bukan Solusi
Oleh:
Mutiara Harlina
Salah satu penelitian yang dilakukan
oleh Guttmacher Institute menyatakan
bahwa aborsi paling banyak dilakukan oleh golongan perempuan yang berumur 20
sampai 29 tahun. Interval umur tersebut dapat digolongkan dalam rentang umur
yang masih muda bagi seorang perempuan. Tidak dapat dipungkiri lagi; jika
seorang perempuan muda mendapati dirinya hamil padahal dia belum menikah,
sangat mungkin baginya untuk menjadikan aborsi sebagai penyelesaian atas
kehamilan yang tidak ia harapkan.
Bagaimana bisa?
Kehamilan yang tidak diharapkan
dapat disebabkan oleh kehamilan di luar nikah yang terjadi pada pemudi.
Sedangkan untuk kehamilan di luar nikah dapat disebabkan oleh berkembangnya
budaya seks bebas pada orang-orang muda.
Berkembangnya budaya seks bebas pada orang-orang
muda dapat dipicu oleh beberapa hal. Pertama: pengawasan yang kurang dari orang
tua. Secara umum, keluarga – dalam hal ini orang tua - adalah lembaga sosial
primer dalam masyarakat yang membentuk kepribadian generasi muda. Jika orang
tua tidak dapat melaksanakan tugas dan perannya dengan baik, maka akan terdapat
masalah dalam perkembangan kaula muda. Pemuda dan pemudi memerlukan pendidikan
tentang seks dari orang tua, sekaligus pengawasan dan penjagaan. Namun tidak
dapat dipungkiri bahwa masih banyak orang tua yang tidak melaksanakan tugas dan
peran ini dengan baik, sehingga suatu hal yang “wajar” jika kemudian orang tua
harus menanggung kesalahan anaknya. Kedua, konsepsi yang belum tepat mengenai
seks pada masyarakat - terlebih pada kaula muda. Bahasan mengenai seks masih
dianggap tabu oleh budaya masyarakat saat ini sehingga informasi-informasi yang
sebenarnya penting untuk disampaikan akhirnya tidak dapat tersampaikan.
Masyarakat memandang seks sebagai suatu hal yang sangat privasi dan tidak patut
dibicarakan secara umum, bahkan termasuk pendidikan seks. Padahal faktanya,
bagi seorang kaula muda yang sedang bertumbuh dan berkembang secara fisik dan
psikologis dengan adanya hormon-hormon seksual yang terus bergejolak, ia sangat
membutuhkan pendidikan dan informasi yang tepat mengenai seks. Jika hal
tersebut tidak difasilitasi, maka ia akan mencari dari sumber-sumber yang tidak
tepat. Ketiga, peran pemerintah yang kurang juga memberi dampak positif bagi
berkembangnya budaya seks bebas pada kaula muda. Peran pemerintah ini terlihat
dalam maraknya pertumbuhan tayangan-tayangan porno di situs internet. Dengan
kemudahan akses internet tanpa adanya pengekangan secara legal dari pemerintah
terhadap tayangan-tayangan porno, maka kaula muda dapat dengan sangat mudah
mengaksesnya. Ketika tayangan-tayangan tersebut dinikmati oleh para kaula muda,
pasti selanjutnya akan timbul keinginan untuk melakukannya dan remaja akan
menyalurkan nafsu-nafsu tersebut pada seks bebas.
Harus
bagaimana?
Untuk menurunkan
perkembangan aborsi pada kaula muda maka perlu adanya tanggung jawab dari berbagai
pihak. Secara implisit, semua elemen masyarakat harus ikut bekerja sama untuk
mencapai hal tersebut. Jika ada salah satu saja elemen dalam masyarakat yang
tidak bekerja sama, dapat dipastikan bahwa usaha-usaha yang dilakukan tidak
akan cukup efektif.
Secara eksplisit,
setidaknya ada beberapa pihak yang sangat penting untuk menurunkan perkembangan
aborsi pada pemudi. Yang pertama yaitu orang tua. Orang tua seharusnya dapat
memberikan pengawasan, penjagaan, dan pendidikan yang tepat kaitannya dengan seks
pada anaknya yang beranjak dewasa. Yang kedua yaitu pemerintah. Pemerintah
seharusnya menggunakan otoritasnya untuk mengekang peredaran tayangan-tayangan
porno di internet. Pemerintah dapat memblokir situs-situs “berbahaya” dan
membuat peraturan-peraturan dengan hukuman yang tegas bagi para pelaku yang
mengedarkan tayangan-tayangan porno secara ilegal. Yang ketiga yaitu lembaga
pendidikan. Pendidikan seksual sampai saat ini masih menjadi sesuatu yang
sangat kontroversial. Namun tersedianya
informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas untuk para kaula
muda dapat membantu memberi pengertian pada mereka tentang risiko hubungan
seksual yang tidak aman, serta tersedianya pengetahuan tentang cara-cara untuk
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Yang keempat yaitu kaula
muda. Kaula muda sepantasnya dapat menempatkan
dirinya sebagai individu yang baik dan benar sesuai dengan tuntutan agama dan
norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Selain
solusi-solusi di atas, kita juga perlu memperhatikan penanganan
yang tepat jika ada pemudi sudah hamil di luar nikah namun belum aborsi. Hal
yang dapat kita lakukan adalah memberi pengertian padanya mengenai
dampak-dampak negatif dari aborsi, di samping itu kita juga memotivasi dia
untuk tidak melakukan aborsi. Salah satu hal yang pemudi tersebut butuhkan
adalah motivasi dari orang-orang yang ada di sekitarnya agar dia mempertahankan
kandungannya dan merawat anaknya di kemudian hari. Namun untuk pemudi yang
sudah melakukan aborsi, kita juga tetap perlu menegur agar dia mengerti bahwa
itu adalah suatu kesalahan yang tidak boleh diulang kembali. Selain itu,
dukungan dan penerimaan dari keluarga dan masyarakat akan menolongnya untuk
pulih dan menjadi lebih kuat dalam menjalani hidup walaupun telah melakukan
aborsi. Dukungan dan penerimaan dari keluarga dan masyarakat terhadap pemudi
“korban” aborsi dan kehamilan di luar nikah menjadi kunci utama bagi seorang
pemudi untuk bangkit dari keterpurukan dan siap kembali untuk melanjutkan
hidupnya.
Sumber http://www.guttmacher.org/pubs/2008/10/15/Aborsi_di_Indonesia.pdf
loading...