Blog yang berisi informasi tentang pendidikan khusus / pendidikan luar biasa (PLB), pendidikan umum, traveling, laporan, dan tips bermanfaat

Pengertian Anak Agresi Sosialisasi, Faktor Penyebab, dan Upaya Penanganannya

Artikel terkait : Pengertian Anak Agresi Sosialisasi, Faktor Penyebab, dan Upaya Penanganannya


Anak agresi sosialisasi (socialized-aggressive) mempunyai masalah perilaku yang sama dengan gangguan perilaku tapi bersosialisasi dalam kelompok yang biasanya merupakan “geng”. Menurut Hallahan & Kauffman dalam Nafsiah Ibrahim & Rohana Aldy (1996: 10), tingkah laku anak agresi sosialisasi diantaranya adalah anak yang mempunyai kelompok jahat, suka mencuri, dan perilaku negatif lainnya.
Anak agresi sosialisasi biasanya tidak dapat menyesuaikan diri di lingkungan rumah, sekolah ataupun masyarakat, tetapi mereka masih memiliki bentuk penyesuaian diri yang khusus, yaitu dengan teman sebaya yang senasib (geng). Sikap anak tipe ini dimanifestasikan dalam bentuk agresivitas, memusuhi otorita, setia pada kelompok, suka melakukan kejahatan pengeroyokan serta pembunuhan. 
Menurut Zainun Mu’tadin dalam Ajat Sudrajat (2012: 22) Jenis Agresi digolongkan menjadi dua, yaitu:
“Agresi permusuhan (hostile aggression) semata- mata dilakukan dengan maksud menyakiti orang lain atau sebagai ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis pertama ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri. Agresi instrumental (instrumental aggression) pada umumnya tidak disertai emosi. Perilaku agresif hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain selain penderitaan korbannya. Agresi instrumental mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap seseorang ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk membuktikan kekuasaan atau dominasi seseorang. Perbedaan kedua jenis agresi ini terletak pada tujuan yang mendasarinya. Jenis pertama semata-mata untuk melampiaskan emosi, sedangkan agresi jenis kedua dilakukan untuk mencapai tujuan lain”.

Selama ini jika membicarakan tentang anak-anak tunalaras, pasti yang selalu disebutkan adalah semua anak tunalaras mempunyai perilaku yang jelek, nakal, jahat, atau amoralnya. Jarang sekali disinggung perilaku prososial dari anak-anak ini. Pada kenyataannya memang sebagian besar dari anak tunalaras menunjukkan sikap yang cenderung tidak suka berkorban, tidak suka membantu orang lain, atau melakukan perbuatan-perbuatan lainnya.

Faktor Penyebab Anak Agresi Sosialisasi
Sudah kita ketahui sebelumnya bahwa tingkah laku dari anak agresi sosialisasi sangat merugikan bagi orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian banyak sekali hal-hal yang menjadi penyebab tingkah laku mereka.
Dalam Surya (2004: 45-48), faktor penyebabnya adalah sebagai berikut:

“anak kurang diperhatikan atau merasa diabaikan; anak selalu merasa tertekan, karena selalu mendapat perlakuan kasar; anak kurang merasa dihargai atau disepelehkan; tumbuhnya rasa iri hati anak; sikap agresif merupakan cara berkomunikasi anak; pengaruh keluarga yang kurang harmonis; pengaruh tontonan aksi-aksi kekerasan dari media TV; dan pengaruh pergaulan yang buruk”.

Sedangkan menurut Zainun Mu’tadin dalam Ajat Sudrajat (2012: 20), faktor penyebab perilaku agresi antara lain: amarah, faktor biologis (gen, sistem otak, kimia darah), kesenjangan generasi, lingkungan (kemiskinan, anonimitas, suhu udara yang panas), peran belajar model kekerasan, frustasi, dan proses pendisiplinan yang keliru.
Amarah, pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi.
Faktor Biologis, ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, seperti gen, sistem otak, dan kimia darah. Kesenjangan Generasi, adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak. Permasalahan generation gap ini harus diatasi dengan segera, mengingat bahwa selain agresi, masih banyak permasalahan lain yang dapat muncul seperti masalah ketergantungan narkotik, kehamilan diluar nikah, seks bebas, dll.
Lingkungan, ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku agresi seperti kemiskinan, anonimitas (tidak beridentitas), dan suhu udara yang panas. Peran belajar model kekerasan, tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan juga "games" ataupun mainan yang bertema kekerasan. Acara-acara yang menampilkan adegan kekerasan hampir setiap saat dapat ditemui dalam tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron, sampai film laga. Selain itu dapat juga berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bila seorang yang sering menyaksikan tawuran di jalan, mereka secara langsung menyaksikan kebanggaan orang yang melakukan agresi secara langsung. Atau dalam kehidupan bila terbiasa di lingkungan rumah menyaksikan peristiwa perkelahian antar orang tua dilingkungan rumah, ayah dan ibu yang sering cekcok dan peristiwa sejenisnya, semua itu dapat memperkuat perilaku agresi yang ternyata sangat efektif bagi dirinya.
Frustrasi, terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai
Proses pendisiplinan yang keliru, pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membeci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.

Upaya Pengendalian Perilaku Anak Agresi
Dewasa ini banyak sekali perilaku-perilaku anak yang dapat merugikan orang di sekitarnya, salah satunya adalah perilaku anak agresi sosialisasi yang sangat meresahkan masyarakat apabila terjadi secara terus-menerus. Maka dari itu perlu adanya upaya untuk memperbaiki perilaku-perilaku anak agresi sosialisasi.
Dalam Surya (2004: 49-51) ada beberapa langkah pendekatan yang dapat kita lakukan untuk mengantisipasi perilaku anak agresi, antara lain:
Jika melihat anak secara langsung bersikap agresif terhadap temannya, berusaha untuk mencegahnya dengan tanpa menyinggung perasaan anak, memperlakukan anak dengan sabar, dengarkan suara hati anak, ajarkan pada anak cara bergaul dengan baik dan menyenangkan, kita bisa mendampingi dan mengawasi anak saat bermain, kita bisa membatasi jumlah teman bermain anak, ciptakan suasana kebersamaan dalam keluarga, dan sebisa mungkin harus mendampingi anak ketika nonton TV.

Di samping itu juga peran aktif dari keluarga dalam mengawasi anak-anaknya, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta aparatur negara dalam mengendalikan tingkah laku masyarakat agar selalu tetap berpegang dengan keharusan-keharusan norma dan kekuatan sanksi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa keluarga adalah orang yang paling dekat dengan kita, maka otomatis merekalah yang pertama memberikan pengajaran kepada kita mana hal yang baik dan pantas dilakukan serta mana hal yang tidak harus dilakukan karena akan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Tokoh agama di sini berperan untuk memberikan pengajaran kepada anak tentang hal-hal yang menyangkut agama seperti mengaji, sholat, dan sebagainya untuk mempertebal iman kita agar tidak terpengaruh oleh orang lain yang akan membawa kita ke arah negatif.
 Aparatur negara biasanya yang berperan aktif adalah seorang polisi, peran polisi di sini adalah memberikan hukuman atau sanksi kepada orang yang berbuat tidak sesuai dengan norma yang berlaku, sanksinya bisa berat maupun ringan. Selain itu alangkah lebih baiknya pihak pemerintah dan masyarakat membuka berbagai jenis ruang publik yang dapat digunakan kaum remaja untuk mengekspresikan keinginannya. Hal ini berguna agar kaum-kaum remaja bisa menjauhi perilaku-perilaku menyimpang. 

DAFTAR PUSTAKA



Kirk,    Samuel E., & Gallaghar, James J. 1991. Pendidikan Anak Luar Biasa           (Alih bahasa:  Drs. H. Amin, Dipl. HP dan Dra. Ina Yusuf Kusumah, MA). Bandung: Program Studi PLB FKIP Universitas Islam Nusantara Bandung.

Saputro, Johan. 2012. Genk dan Tindakan Agresi. Diakses dari m.kompasiana.com pada tanggal 11 Maret 2013, jam 20:48 WIB.

Sarlito. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Sidiq, Zulkifli. 2005. Pemahaman Perilaku Sosial. Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA pada tanggal 12 Maret 2013, jam 19:58 WIB.

Sudrajat, Ahmad. 2008. Perilaku Sosial. Diakses dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/perilaku-sosial pada tanggal 11 April 2013, jam 21:48 WIB.
Sudrajat, Ajat. 2012. Agresi. Diakses dari 20211867.siap-sekolah.com/2012/04/11/agresi/ pada tanggal 11 April 2013, jam 22:31 WIB.

Sunardi. 1995. Ortopedagogik Anak Tunalaras 1. Surakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Surya, Hendra. 2004. Kiat Mengatasi Perilaku Penyimpangan Perilaku Anak (Usia 3-12 Tahun). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

loading...

Artikel Bukuacuanku Lainnya :

Copyright © 2016 Bukuacuanku